Jumat, 28 Oktober 2011

si mulut yang manis *)

suatu sore, beberapa minggu yang lalu, ketika saya baru sempat membaca koran pagi terbitan ibukota yang tergeletak rapi di meja makan, saya menemukan artikel yang cukup menarik..

memang, di awal membaca saya sempat harus mengulang kata demi kata untuk bisa mencernanya.. *maklum, saat itu konsentrasi sedang terganggu..* namun, kemudian setelah hampir selesai membaca seluruh tulisan dalam artikel tersebut, tiba2 saya menemukan satu kalimat yang luar biasa (menurut saya) yang bisa membuat saya berkata "uwaahh...keren..keren.." meski harus mencerna kata per kata secara perlahan..

tulisan itu kira2 isinya begini..
Pesan dr Ipoh (sebuah lakon monolog perempuan) kepada para wanita : jangan mudah percaya pada laki2 yg bermulut manis tp sebenarnya tak lebih dr domba yg berhati singa.. Perempuan bak belanga yg kehilangan nilai kalau sudah pecah..

tapi pada kenyataannya adalah masih banyak sekali, bahkan hampir semua, perempuan yang dengan bodohnya mudah percaya dengan mulut manis para domba yang berhati singa (kata Ipoh) itu..
ya, jujur saja, termasuk saya..

memang, terkadang sebuah tulisan bisa secara tiba2 menyadarkan betapa bodohnya kita..
namun seketika kemudian, tanpa kita sadari, kita akan kembali menjadi seperti semula..merasa bodoh tetapi terus menerus (mau saja dengan ikhlas) dibodohi oleh mereka..

hhh....
saya hanya bisa berpesan kepada para perempuan yang sudah dan akan menjadi korban mulut manis laki2.. sebelum Anda percaya, cari informasi2 terlebih dahulu tentang kebenarannya, tentunya informasi yang akurat dan berasal dari sumber2 terpercaya..
dan yang perlu diingat (seperti pesan seorang ibu pada salah seorang teman), "jangan percaya dulu sebelum janji diatas altar terucap"..

ya, semoga tulisan ini bisa memberi masukan dan bermanfaat bagi semua perempuan..

*) Tulisan ini sebenarnya sudah lama saya muat di salah satu jejaring sosial, sekitar hampir dua tahun yang lalu, ketika saya masih dibodohi oleh si mulut manis. InsyaAllah sekarang sudah jauh lebih baik. Aamiin..

Senin, 24 Oktober 2011

*shock*

Tubuhkau bergetar,
tangan dan kaki bergerak tanpa komando otak..
dingin,,
kaku,,
bukan untuk beberapa saat,
namun sekian lama hingga terjatuh tak sadarkan diri..

Lemah,,
Rapuh,,
Hancur,,

mereka hadir,
mereka yang tak nampak..

sesaat saja pikiranku kosong,
mereka akan dengan senang hati menyatu dengan raga rapuhku,
berpesta dalam jasadku...


Rabu, 8 April 2009
09.10

Secret Admirer

Terkejut. Ya, itulah ekspresi pertama yang saya keluarkan ketika ada seorang teman yang bilang bahwa ia suka mengoleksi puisi-puisi saya yg sempat saya posting di salah satu jejaring sosial beserta beberapa komentar saya yg berupa puisi, dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah tempat ia tinggal: Lampung. Ia menyimpannya dalam sebuah arsip digital di sebuah flashdisk dan bahkan bisa menghapalnya. Ckckckckckk....

Namun, satu hal yang membuat saya kecewa (lagi) adalah ketika saya menemukan salah satu puisi saya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Lampung dan diposting ke dalam jejaring sosialnya. Jangankan ijin, nama saya pun tidak dicantumkan disana. Terang saja saya langsung marah. PLAGIAT.!


Dalam tulisan di atas saya sempat menulis kata lagi di dalam tanda kurung. Hal ini dikarenakan bukan kali ini saja ia membuat saya kecewa dan marah, tapi sudah kedua kalinya.
Yang pertama terjadi sekitar beberapa bulan yang lalu ketika saya menagih novel yang sempat ia pinjam sekitar setahun yang lalu. Novel pemberian seorang sahabat di hari ulang tahun saya itu baru selesai saya baca ketika ia meminjamnya. Awalnya saya pikir gak masalah kalau novel itu saya pinjamkan, toh saat itu domisilinya juga dekat dengan kota tempat saya tinggal sekarang, kalaupun suatu saat saya ingin mengambilnya. Sekalian saya jalan-jalan. Tapi kenyataannya dua bulan kemudian ia pulang ke kampung halamannya dan tidak kembali lagi ke kota itu. Saya pun kebingungan, karena gak mungkin kado ulang tahun itu saya relakan begitu saja untuk dihibahkan kepada orang lain. Walhasil, setelah setahun ditangannya dan berbulan-bulan saya menagih dengan sangat alot, novel kesayangan saya pun kembali.

Semenjak perkara novel itu, akhirnya ia mengakui bahwa selama ini ia selalu memantau gerak-gerik keseharian saya melalui jejaring sosial. Novel itu dijadikannya sebagai sandera untuk tetap bisa berhubungan dengan saya. Membaca tulisan-tulisan saya di jejaring sosial sudah cukup membuatnya senang.

Ia mengagumi saya. Ia ngefans sama saya. Ia merasa nyaman berkomunikasi dengan saya. Ia suka sama saya. Ia jatuh cinta sama saya. Ia juga takut gak bisa ngimbangin saya. Itu semua diakuinya secara terang-terangan. "Dengan mengagumimu, aku bersemangat, merasa cerdas, rajin dan mudah berkarya, rajin meminta (doa), dan optimis", ujarnya.

waahhh....hampir saja melayang saya dibuatnya.. hahaa..

Sebenarnya sudah lama saya mengetahui hal ini, tanpa ia bilang. Tapi saya cuma diam, cukup tahu saja. Karena bagi saya, hubungan kami hanya sekedar hubungan pertemanan, tidak lebih. Ketika seseorang sudah masuk dalam kotak yg saya beri nama 'Teman', maka ia tidak akan bisa berpindah ke kotak yang lainnya, pun membelah diri laiknya amoeba. Itulah diri saya.

Namun begitu, satu hal positif yang bisa saya ambil dari kisah ini: saya senang bisa menjadi inspirasi bagi orang lain dan (secara tidak sadar) mampu memotivasi orang lain untuk berkehidupan lebih baik ke depannya.