Senin, 24 Oktober 2011

Secret Admirer

Terkejut. Ya, itulah ekspresi pertama yang saya keluarkan ketika ada seorang teman yang bilang bahwa ia suka mengoleksi puisi-puisi saya yg sempat saya posting di salah satu jejaring sosial beserta beberapa komentar saya yg berupa puisi, dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah tempat ia tinggal: Lampung. Ia menyimpannya dalam sebuah arsip digital di sebuah flashdisk dan bahkan bisa menghapalnya. Ckckckckckk....

Namun, satu hal yang membuat saya kecewa (lagi) adalah ketika saya menemukan salah satu puisi saya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Lampung dan diposting ke dalam jejaring sosialnya. Jangankan ijin, nama saya pun tidak dicantumkan disana. Terang saja saya langsung marah. PLAGIAT.!


Dalam tulisan di atas saya sempat menulis kata lagi di dalam tanda kurung. Hal ini dikarenakan bukan kali ini saja ia membuat saya kecewa dan marah, tapi sudah kedua kalinya.
Yang pertama terjadi sekitar beberapa bulan yang lalu ketika saya menagih novel yang sempat ia pinjam sekitar setahun yang lalu. Novel pemberian seorang sahabat di hari ulang tahun saya itu baru selesai saya baca ketika ia meminjamnya. Awalnya saya pikir gak masalah kalau novel itu saya pinjamkan, toh saat itu domisilinya juga dekat dengan kota tempat saya tinggal sekarang, kalaupun suatu saat saya ingin mengambilnya. Sekalian saya jalan-jalan. Tapi kenyataannya dua bulan kemudian ia pulang ke kampung halamannya dan tidak kembali lagi ke kota itu. Saya pun kebingungan, karena gak mungkin kado ulang tahun itu saya relakan begitu saja untuk dihibahkan kepada orang lain. Walhasil, setelah setahun ditangannya dan berbulan-bulan saya menagih dengan sangat alot, novel kesayangan saya pun kembali.

Semenjak perkara novel itu, akhirnya ia mengakui bahwa selama ini ia selalu memantau gerak-gerik keseharian saya melalui jejaring sosial. Novel itu dijadikannya sebagai sandera untuk tetap bisa berhubungan dengan saya. Membaca tulisan-tulisan saya di jejaring sosial sudah cukup membuatnya senang.

Ia mengagumi saya. Ia ngefans sama saya. Ia merasa nyaman berkomunikasi dengan saya. Ia suka sama saya. Ia jatuh cinta sama saya. Ia juga takut gak bisa ngimbangin saya. Itu semua diakuinya secara terang-terangan. "Dengan mengagumimu, aku bersemangat, merasa cerdas, rajin dan mudah berkarya, rajin meminta (doa), dan optimis", ujarnya.

waahhh....hampir saja melayang saya dibuatnya.. hahaa..

Sebenarnya sudah lama saya mengetahui hal ini, tanpa ia bilang. Tapi saya cuma diam, cukup tahu saja. Karena bagi saya, hubungan kami hanya sekedar hubungan pertemanan, tidak lebih. Ketika seseorang sudah masuk dalam kotak yg saya beri nama 'Teman', maka ia tidak akan bisa berpindah ke kotak yang lainnya, pun membelah diri laiknya amoeba. Itulah diri saya.

Namun begitu, satu hal positif yang bisa saya ambil dari kisah ini: saya senang bisa menjadi inspirasi bagi orang lain dan (secara tidak sadar) mampu memotivasi orang lain untuk berkehidupan lebih baik ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar